Sakit terjadi saat tubuh kehilangan keseimbangan. Hal serupa berlaku pada penyakit kanker. Saat sistem kekebalan tubuh melemah, keganasan sel bisa terjadi. Karena itu, sebagian peneliti kanker mulai fokus pada upaya memperbaiki imunitas.
Sel kanker ada dalam tubuh setiap manusia. Saat sel abnormal mulai berkembang, sel kekebalan tubuh akan bergerak menghancurkannya. Pada orang berusia lanjut, orang yang mengalami stres ataupun keletihan kronis, serta yang kekebalan tubuhnya terganggu, keseimbangan antara sel kanker dan sel imun terganggu. Jika kekebalan tubuh melemah, sel kanker pun akan berkembang.
Hal ini sejalan dengan kenyataan yang ditemukan dalam penatalaksanaan kanker. Pengambilan tumor lewat pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi tidak menjamin kesembuhan pasien. Selalu ada risiko kambuh karena kekebalan tubuh penderita rendah.
Penemuan sejumlah obat dengan sasaran di tingkat molekuler (molecular targeted drugs), antara lain untuk kanker paru, payudara, kolorektal (usus dan anus), dan hati, memang menyusutkan jaringan tumor. Namun, terapi itu tidak memperpanjang hidup pasien secara signifikan. Obat-obat itu ada yang menimbulkan efek samping berat.
”Kita sudah mencoba semaksimal mungkin memanfaatkan kemoterapi. Imunoterapi bisa jadi merupakan jalan terakhir untuk memerangi kanker,” kata Herman Kattlove, Editor Kedokteran dari Perkumpulan Kanker Amerika (the American Cancer Society), seperti dikutip dalam buku Cancer Immunotherapy terbitan Fuda Cancer Hospital tahun 2008.
Strategi baru
Imunoterapi merupakan strategi baru melawan kanker. Dasar teorinya, kanker adalah penyakit sistemik. Tumor yang terdeteksi merupakan bagian dari penyakit sistemik. Karena itu, pengobatan tidak hanya ditujukan di tempat tumor ditemukan, tetapi lebih mendasar, yaitu memperkuat pertahanan tubuh. Tumor tidak akan berkembang dalam tubuh yang sehat dan memiliki pertahanan kuat. Dengan memperbaiki dan meningkatkan kekebalan tubuh, diharapkan pertumbuhan sel kanker terhenti. Dengan demikian, pasien bisa hidup lebih lama dan kualitas hidupnya meningkat karena bebas nyeri dan kekambuhan.
Tentu saja tumor perlu dimatikan. Karena itu, imunoterapi dikombinasikan dengan terapi lain, seperti operasi krio (operasi dengan pembekuan jaringan), kemoterapi lokal, serta terapi lain yang diperlukan.
RS Kanker Fuda di Guangzhou, China, merupakan salah satu RS yang menerapkan terapi ini. Menurut Prof Kecheng Xu, Presiden RS Kanker Fuda Guangzhou, sejak tahun 1991, tim rumah sakit itu mengobati lebih dari 10.000 pasien kanker stadium lanjut. Sebanyak 70 persen pasien itu tumornya tidak bisa dioperasi, mereka juga tidak mengalami kemajuan dengan kemoterapi ataupun radiasi. Setelah mendapat terapi kombinasi di RS Fuda, sekitar 70 persen pasien mengalami kemajuan signifikan. Waktu kesintasan (survival time) bisa diperpanjang. Sejumlah pasien kanker hati dan paru stadium lanjut hidup sampai 5-9 tahun kemudian. Bahkan, pasien stadium lanjut dengan kanker lain hidup sampai 10-15 tahun.
”Imunoterapi sangat baik untuk mencegah metastasis (penyebaran kanker) dan kekambuhan, memperlambat pertumbuhan kanker, memperbaiki kesehatan umum, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh setelah terpuruk sebagai efek samping kemoterapi,” papar Xu, ahli gastroenterologi dan onkologi yang menjadi visiting professor sejumlah universitas di China, Jepang, dan Amerika Serikat.
Prof Runsheng Ruan, peneliti rekayasa biologi dan nanoteknologi yang lama bekerja di pusat penelitian kanker di Swiss dan Singapura yang kini bekerja di RS Fuda, menambahkan, lemahnya respons kekebalan tubuh pasien terhadap pertumbuhan sel kanker merupakan penyebab utama parahnya penyakit. Imunoterapi bermanfaat untuk mengobati semua keganasan. Lewat induksi dan stimulasi sel imun, terapi itu berhasil membasmi dan menekan pertumbuhan sel kanker. Kanker bisa terjadi di pelbagai organ, termasuk paru, hati, pankreas, lambung, usus, payudara, kandung telur, ginjal, otak, kelenjar getah bening, dan leukemia.
Imunoterapi sendiri merupakan kombinasi dari pemanfaatan sel T (T-cells), vaksin sel dendrit (DC), cytokine induced killer (CIK) cells, sitokin, vaksin campur (MV), serta obat modern dan obat tradisional China untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
Sel T adalah bagian dari darah putih pasien yang memiliki kemampuan pertahanan dan aktivitas membasmi sel kanker. Sel T diambil dari tubuh pasien, dipilih yang bagus, dan diperbanyak. Hasilnya dimasukkan kembali ke tubuh pasien untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan membasmi sel kanker. Adapun sel dendrit berfungsi memproses dan menunjukkan antigen tumor agar dibasmi oleh sistem kekebalan tubuh. Pada pasien kanker, selain kekebalan tubuhnya lemah, sel dendrit biasanya cacat atau tidak matang sehingga tidak mampu menandai zat-zat pengganggu tubuh. Vaksin campur digunakan untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Demikian pula CIK cells yang merupakan campuran dari interferon gamma, anti-CD3, interleukin 2 dan interleukin 1 beta, serta sitokin, seperti interleukin 2, interferon, atau thymosin 1. Adapun obat tradisional China digunakan untuk menunjang terapi, misalnya sebagai penambah nafsu makan dan meningkatkan kesehatan.
Prosedur yang dilakukan, kata Xu, 60-80 ml darah pasien diambil untuk mengisolasi sel yang dibutuhkan (sel T dan sel dendrit) untuk diperbanyak. Pada hari yang sama, 0,5-1,5 ml campuran vaksin disuntikkan di bawah kulit dekat area tumor. Campuran vaksin disuntikkan setiap minggu selama tiga minggu, diseling istirahat selama dua minggu. Hal serupa dilakukan pada penyuntikan 0,5-1 ml sitokin, misalnya interleukin 2. Setelah diperbanyak, sel T dan sel dendrit dimasukkan ke tubuh pasien pada hari ke 8-12. ”Sel dendrit dan sel T sebaiknya diambil dari darah pasien. Jika tidak cukup, sel T bisa diperoleh dari darah orang lain,” kata Xu.
Memperpanjang hidup
Hasilnya, Xu menuturkan salah satu kasus, yaitu pasien Tang (59), penderita sinus melanoma (kanker hidung). Ia dioperasi di rumah sakit di Shanghai akhir tahun 1991 dilanjutkan dengan radioterapi, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Maret 1992, Tang dirawat di RS Fuda dan mendapatkan suntikan vaksin campur antikanker setiap minggu selama 6 bulan. Waktu pemberian vaksin dikurangi secara bertahap sampai diberikan sebulan sekali. Total pemberian vaksin adalah 8 tahun 2 bulan. Dengan imunoterapi, Tang bertahan hidup sampai tahun 2004.
Berdasarkan penelitian RS Fuda, Xu memaparkan, dari 38 pasien kanker stadium lanjut yang diberi imunoterapi dan diikuti sejak tahun 1995, ada 26 orang yang hidup sampai 15 tahun.
Terkait efek samping, menurut Xu, sejauh ini tidak ditemukan yang serius. Tidak seperti kemoterapi yang bisa menyebabkan rambut rontok, mual, muntah, dan kerusakan organ vital, efek samping imunoterapi tergantung kondisi pasien. Biasanya berupa demam beberapa jam. Pasien akan kedinginan dan merasakan gejala seperti flu, seperti sakit kepala, punggung pegal, dan mual. Hal lain, nyeri di bagian tumor dan bengkak di bekas suntikan. Namun, semua itu bisa teratasi tanpa minum obat tambahan.
Sumber: health.kompas.com
0 komentar:
Post a Comment