Ketika mulai memasuki usia dewasa, anak akan meninggalkan rumah orangtua dan mencoba belajar hidup mandiri.
Orangtua pada awalnya akan merasa kehilangan dan mengalami sedikit guncangan emosional hingga terkena sindrom 'nelongso' yang istilah medisnya disebut Empty Nest Syndrom.
Anak umumnya meningalkan rumah karena menempuh pendidikan tinggi, bekerja, atau menikah. Meskipun merasa gembira dengan keberhasilan anak, para orangtua juga harus menghadapi masa transisi kepergian anak.
Gangguan emosional yang dialami orangtua akibat anaknya meninggalkan rumah ini disebut Empty Nest Syndrom.
Pada gangguan ini, orangtua membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyesuaikan diri dengan gaya hidup dan lingkungan rumah yang jauh berbeda.
Empty Nest Syndrom sebenarnya bukanlah diagnosis klinis. Gangguan ini muncul disebabkan karena rasa sedih dan kehilangan yang dirasakan orangtua saat salah satu anak atau anak bungsu meninggalkan rumah.
"Adalah wajar bagi orangtua untuk mengalami rasa sedih dan kehilangan. Selain itu, wajar juga bagi anak-anak jika merasa rindu. Sebaiknya baik orang tua maupaun anak-anak menghabiskan waktu dengan teman-temannya ketika rasa sedih dan kangen itu menjadi besar," kata Dr John Walkup, direktur psikiatri anak dan remaja di New York-Presbyterian Hospital seperti dilansir Medical Daily, Jumat (31/8/2012).
Agar gejala gangguan ini tidak berlarut-larut dan makin parah, ada beberapa hal yang bisa dilakukan:
1. Tetap berhubungan, tapi jangan berlebihan. Ketika anak melanjutkan kuliah atau bekerja ke kota lain, itu adalah kesempatan untuk mengembangkan berbagai jenis hubungan. Sadarilah bahwa kemandirian anak adalah langkah yang penting bagi kehidupannya.
2. Jangan melakukan panggilan telepon setiap malam minggu. Pada saat tersebut, anak-anak mungkin menghabiskan waktunya dengan teman untuk bersantai atau beristirahat akhir pekan. Lakukan panggilan telepon sesekali, berkirim surat via email atau sms juga bisa dilakukan.
3. Biarkan kamar tidur anak tetap seperti sebelum ditinggalkan. Jangan banyak merombak suasana kamar anak meskipun sudah tidak ditempati. Orangtua sering mendekorasi ulang rumah dan membongkar ruangan yang dianggap tak perlu, tetapi mintalah persetujuan anak terlebih dahulu sebelum mengutak-atik kamarnya.
4. Pelajari kebijakan kampus dan aturan akademik lainnya. Bicarakan kepada anak mengenai tanggung jawab dan keselamatannya. Pada masa-masa awal sekolah atau kuliah, kebanyakan siswa menghabiskan waktunya dengan bersenang-senang karena euforia dan melupakan tugas pentingnya, yaitu menuntut ilmu.
5. Diskusikan tentang uang. Bicarakan kepada anak siapakah yang akan membayar biaya kuliah, buku, pakaian, telepon dan sebagainya. Diskusikan pula apakah anak akan melakukan pekerjaan part time atau mencari beasiswa beserta konsekuensinya.
6. Jika rasa sedih dan kehilangan tetap tidak hilang atau malah makin memburuk, kunjungi psikiater atau psikolog.
Sumber: health.detik.com
0 komentar:
Post a Comment