Memasuki hari ke lima bulan Ramadan, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh naiknya harga kedelai yang tinggi dari sebelumnya. Harga kedelai yang semula harganya Rp 520.000 per kuintal, kini menjadi Rp 800.000 per kuintal atau Rp 8.000 per kilogram yang sebelumnya sekitar Rp 7.500 per kilogram.
Harga kedelai yang kembali meroket semenjak 2008 membuat para produsen dan pengrajin tempe kelabakan. Maklum saja, kedelai adalah bahan utama untuk membuat tempe.
Hari ini, para pengrajin tempe di Jakarta menghentikan produksi. Kabar tak sedap ini tentunya merupakan kabar buruk bagi masyarakat Jakarta, karena tempe merupakan satu komoditas yang cukup laris di pasaran. Tempe yang harganya relatif cukup murah memang identik dengan masyarakat Indonesia dan hampir di seluruh penjuru nusantara pernah mengkonsumsi tempe.
Populernya tempe tidak hanya di kalangan rakyat menengah ke bawah yang mengkonsumsi tempe. Namun kalangan pejabat dan pengusaha pun sering mengolah tempe dengan berbagai varian.
Namun demikian, meskipun tempe identik dengan Indonesia, ada ironi dibalik populernya tempe. Sebab, Jepang sudah terlebih dahulu mematenkan tempe terlebih dahulu. Meskipun kabar dipatenkan tempe tidak sebesar ketika batik yang ingin diklaim Malaysia, rakyat Indonesia pantas untuk gigit jari dengan dipatenkan makanan kaya protein tersebut.
Dahulu, ada istilah mental tempe untuk menggambarkan mental seseorang yang lemah dalam melakukan sesuatu. Hal itu seakan cocok untuk menggambarkan mental masyarakat saat tempe dipatenkan. Pemerintah dan rakyat Indonesia seolah ikhlas memberikan paten tersebut.
Tempe sekarang tidak hanya digemari di Indonesia. Di Jepang, tempe sudah menjadi komoditas utama karena nilai gizinya sangat berguna bagi warga jepang yang etos kerjanya tinggi. Gaung tempe pun sudah masuk ke negara adi daya Amerika Serikat. Di negeri Paman Sam itu, tempe sudah mulai terkenal.
Sumber: http://www.oktomagazine.com/oktonews/daily_news/4069/tempe.telah.dipatenkan.jepang
0 komentar:
Post a Comment