Hampir semua orang pernah mengalami gangguan ketombe di rambutnya. Namun hingga kini belum banyak yang tahu apa penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya.
"Shampoo dan perawatan kulit kepala biasa dapat membantu Anda jika masalah ketombenya ringan," ujar Thomas L. Dawson, Ph.D., ilmuwan di Procter & Gamble yang bekerja untuk shampo Head & Shoulders.
Namun produk-produk itu mungkin tidak selalu bermanfaat bagi orang yang kulit kepalanya mudah mengelupas dan iritasi.
Muncullah sebuah penelitian baru yang dipublikasikan di Journal of Medicinal Chemistry yang menunjukkan bahwa para ilmuwan mengklaim telah menemukan jamur penyebab ketombe yaitu Malassezia globosa.
Malassezia globosa merupakan jamur yang banyak terdapat pada kulit bayi yang baru lahir. Jamur ini hidup di lapisan atas kulit tanpa menyebabkan masalah.
Namun diperkirakan pada 50 persen populasi, jamur ini membuat liang dalam folikel rambut dan untuk alasan yang tidak diketahui, tubuh pun bereaksi. Sel-sel kulit menjadi iritasi dan terkelupas empat kali lebih cepat dari biasanya dan terjadi hampir setiap hari.
Ilmuwan telah lama tahu bahwa malassezia adalah dalang di balik ketombe namun karena jamur ini sulit ditumbuhkan di laboratorium sehingga sulit dipelajari.
Pada tahun 2007, Dawson dan tim peneliti dari Johnson & Johnson mengurutkan genom malassezia. Temuan itu memberi cara baru untuk mempelajari organisme tersebut sekaligus memicu penemuan cara untuk menghentikannya.
Selain itu, tim peneliti Italia dan Inggris mampu menggunakan genom malassezia untuk mencari protein yang mungkin penting bagi pertumbuhan malassezia dan sebuah enzim yang membantu jamur tersebut memecah karbondioksida.
"Ketika Anda menghalangi enzim ini maka organismenya takkan tumbuh dengan baik lalu mati," ujar Claudiu T. Supuran, profesor kimia di University of Florence seperti dilansir dari WebMD, Senin (30/4/2012).
Lebih jauh lagi, enzim tersebut dapat dihentikan dengan obat-obatan antibakteri yang disebut sulfonamida atau sulfa yang telah beredar sejak tahun 1930-an.
Para dokter sendiri telah memberikan skala untuk penderita ketombe dari 0-80. Kebanyakan orang dengan kasus ketombe biasa berada di kisaran 15-30. 15 adalah titik dimana ketombe dapat terlihat dengan mata telanjang. Namun produk biasa hanya dapat mengatasi kasus ketombe di kisaran 15-30. Namun tidak mempan bagi orang dengan kasus ketombe parah.
Di laboratorium, Dawson dan timnya pun telah memusatkan perhatian pada satu enzim yang membantu memecah jamur dan mencerna lemak yang diproduksi oleh kulit. Menghentikan enzim tersebut pada dasarnya juga memotong suplai makanan jamur.
Disitu peneliti mencoba untuk menggunakan seng dalam shampo untuk menghambat enzim tersebut. Katanya, kuncinya adalah menemukan partikel seng dengan ukuran yang tepat. Jika ukuran sengnya terlalu besar, takkan mempan pada jamur yang suka hidup di dalam folikel rambut. Sebaliknya jika terlalu kecil, saat dibilas sengnya akan luruh bersama shampoo.
Sumber: health.detik.com
"Shampoo dan perawatan kulit kepala biasa dapat membantu Anda jika masalah ketombenya ringan," ujar Thomas L. Dawson, Ph.D., ilmuwan di Procter & Gamble yang bekerja untuk shampo Head & Shoulders.
Namun produk-produk itu mungkin tidak selalu bermanfaat bagi orang yang kulit kepalanya mudah mengelupas dan iritasi.
Muncullah sebuah penelitian baru yang dipublikasikan di Journal of Medicinal Chemistry yang menunjukkan bahwa para ilmuwan mengklaim telah menemukan jamur penyebab ketombe yaitu Malassezia globosa.
Malassezia globosa merupakan jamur yang banyak terdapat pada kulit bayi yang baru lahir. Jamur ini hidup di lapisan atas kulit tanpa menyebabkan masalah.
Namun diperkirakan pada 50 persen populasi, jamur ini membuat liang dalam folikel rambut dan untuk alasan yang tidak diketahui, tubuh pun bereaksi. Sel-sel kulit menjadi iritasi dan terkelupas empat kali lebih cepat dari biasanya dan terjadi hampir setiap hari.
Ilmuwan telah lama tahu bahwa malassezia adalah dalang di balik ketombe namun karena jamur ini sulit ditumbuhkan di laboratorium sehingga sulit dipelajari.
Pada tahun 2007, Dawson dan tim peneliti dari Johnson & Johnson mengurutkan genom malassezia. Temuan itu memberi cara baru untuk mempelajari organisme tersebut sekaligus memicu penemuan cara untuk menghentikannya.
Selain itu, tim peneliti Italia dan Inggris mampu menggunakan genom malassezia untuk mencari protein yang mungkin penting bagi pertumbuhan malassezia dan sebuah enzim yang membantu jamur tersebut memecah karbondioksida.
"Ketika Anda menghalangi enzim ini maka organismenya takkan tumbuh dengan baik lalu mati," ujar Claudiu T. Supuran, profesor kimia di University of Florence seperti dilansir dari WebMD, Senin (30/4/2012).
Lebih jauh lagi, enzim tersebut dapat dihentikan dengan obat-obatan antibakteri yang disebut sulfonamida atau sulfa yang telah beredar sejak tahun 1930-an.
Para dokter sendiri telah memberikan skala untuk penderita ketombe dari 0-80. Kebanyakan orang dengan kasus ketombe biasa berada di kisaran 15-30. 15 adalah titik dimana ketombe dapat terlihat dengan mata telanjang. Namun produk biasa hanya dapat mengatasi kasus ketombe di kisaran 15-30. Namun tidak mempan bagi orang dengan kasus ketombe parah.
Di laboratorium, Dawson dan timnya pun telah memusatkan perhatian pada satu enzim yang membantu memecah jamur dan mencerna lemak yang diproduksi oleh kulit. Menghentikan enzim tersebut pada dasarnya juga memotong suplai makanan jamur.
Disitu peneliti mencoba untuk menggunakan seng dalam shampo untuk menghambat enzim tersebut. Katanya, kuncinya adalah menemukan partikel seng dengan ukuran yang tepat. Jika ukuran sengnya terlalu besar, takkan mempan pada jamur yang suka hidup di dalam folikel rambut. Sebaliknya jika terlalu kecil, saat dibilas sengnya akan luruh bersama shampoo.
Sumber: health.detik.com
0 komentar:
Post a Comment