Upaya pemerintah untuk memperbaiki pendataan penduduk dengan meluncurkan proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik, atau dikenal e-KTP, tidak hanya menuai banyak masalah. Besarnya nilai proyek ternyata mendorong orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk meraup untuk besar.
Megaproyek e-KTP direncanakan memakan senilai Rp. 6,9 triliun saat pertama kali diluncurkan. Agar bisa segera diaplikasikan, Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan anggaran sampai Rp. 6 triliun pada 2010 dan direncanakan rampung pada 2012.
Proyek ini bisa dibilang sebagai langkah baru pemerintah dalam mengatasi beragam masalah identifikasi. Apalagi, sebelum e-KTP diluncurkan muncul rangkaian kasus kejahatan yang menggunakan KTP palsu, data kembar dan pemilik kartu yang tidak sesuai identitas dalam KTP.
Masalah yang sama selalu muncul setiap kali negara ini akan menggelar pemilu.
Sayangnya, meski bertajuk elektronik, namun e-KTP belum teraplikasikan secara elektronik. Saat mendaftar ke rumah sakit, sekolah atau membuka rekening di bank pemegang kartu masih diwajibkan untuk mendaftar secara manual dengan cara mengisi formulir.
Program e-KTP sendiri sebenarnya bukan barang baru di dunia. Banyak negara maju yang sudah menerapkan sistem ini sejak tahun 2000-an,
Penggunaan kartu identitas elektronik di Eropa dimulai dari Belgia sekitar tahun 2000. Sejak saat itu, secara berangsur-angsur penggunaannya mulai dipakai banyak negara yang notabene anggota Uni Eropa.
Pemilik kartu bisa menggunakan berbagai macam fasilitas yang disediakan pemerintah hanya dengan membawa kartu tersebut, mulai dari naik angkutan umum, pembayaran, pembukaan rekening baru di bank, hingga pelayanan kesehatan.
Tidak hanya itu, pemegang kartu juga bisa menggunakan kartu identitas tersebut laksana paspor saat melakukan perjalanan ke sejumlah negara, tentunya masih di sekitar Eropa dan beberapa negara di Timur Tengah, kecuali Rusia.
Alhasil, pemilik kartu tidak perlu lagi melakukan pendaftaran dengan mengisi formulir baik ketika berada di rumah sakit, bank maupun aktivitas lainnya. Cukup dengan menyerahkan kartu untuk dibaca pada alat yang terpasang di kasir atau loket, penggunanya tinggal menikmati layanan yang diberikan.
Bahkan ketika membeli obat ke apotek, petugas langsung memberikan obat yang dibutuhkan sesuai resep dokter tanpa harus menyerahkan kertas resep, karena data kesehatan sudah terintegrasi langsung dari rumah sakit, klinik atau puskesmas.
Sebenarnya tak perlu jauh-jauh membandingkan dengan di Eropa yang lebih maju, di Malaysia e-KTP sudah jauh ketinggalan. Negeri jiran memberi identitas elektronik dengan nama MyKad. MyKad wajib dimiliki seluruh warga negara atau penduduk permanen berusia di atas 12 tahun.
Jika e-KTP hanya berfungsi sebagai kartu identitas untuk mengajukan aplikasi ke bank dan mengurus dokumen tertentu. MyKad memiliki banyak fungsi, yakni sebagai lisensi berkendara, dokumen perjalanan, serta informasi kesehatan. Tak perlu repot-repot lagi mengurusi kartu ini-itu.
Bahkan, kartu ini bisa dipakai sebagai e-cash atau dompet elektrik dan terintegrasi langsung dengan Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Rencananya MyKad juga akan dikembangkan sebagai kartu perjalanan buat para traveller, dan bisa digunakan sebagai kartu pembayaran multi-guna sebagai kartu kredit atau debit.
Sumber: https://www.merdeka.com/dunia/ini-canggihnya-e-ktp-di-negara-negara-eropa.html
0 komentar:
Post a Comment