Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Sangkot Marzuki menjelaskan, dari pemetaan genetika yang dilakukan 99 ahli genetika di Asia, terungkap orang Melayu lebih tua dibandingkan dengan orang China. Khususnya Yunan yang selama ini dianggap sebagai nenek moyang umumnya orang Indonesia.
Ras Austronesia, termasuk orang Melayu, lebih dulu ada dibandingkan dengan ras Chinotis-Belan, yaitu ras yang berbahasa China/Mandarin. Sangkot mengungkapkan hal itu dalam orasi ilmiahnya pada Dialog Budaya Melayu di Pekanbaru, Riau, Selasa (4/12).
Dialog diprakarsai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama dengan Lembaga Adat Melayu di Riau dan Pemerintah Provinsi Riau. Tampil pula memberikan orasi ilmiah budayawan Melayu, Tengku Nasaruddin Said (Tenas) Effendy. Dialog yang berlangsung tiga hari sejak Senin ini juga diisi berbagai diskusi mengenai perkembangan budaya Melayu di Indonesia, Malaysia, Brunai, Thailand, Singapura, dan Brunei.
Tenas Effendy mengingatkan, sekarang kehidupan budaya Melayu semakin berat karena menghadapi intervensi budaya luar yang belum tentu serasai dan sejalan dengan nilai asas budaya Melayu. Kehidupan masa kini dan masa depan yang semakin terdedah, semakin membuka peluang terjadinya pergeseran, perubahan, dan pengikisan nilai budaya Melayu.
Sangkot, yang menjadi bagan dari ahli getika di Asia Timur menyebutkan, Melayu merupakan ras perpaduan. Ras Melayu secara genetika memiliki ciri adanya hemoglobin Malay yang tak dimiliki ras lain.
Sumber: https://nationalgeographic.co.id/berita/2012/12/melayu-lebih-tua-daripada-china
0 komentar:
Post a Comment