About Me

Monday, 23 April 2012

Gula Lebih Berbahaya daripada Rokok?


Momok kesehatan modern tidak hanya kolesterol, garam atau lemak hewan, tetapi juga gula. Bahkan bahaya kesehatan yang ditimbulkan gula lebih parah daripada rokok. Benarkah demikian?

Sudah bukan rahasia lagi bila rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit berbahaya, seperti penyakit paru, penyakit paru obstruktif kronik dan penyakit jantung.

Rokok juga terlibat dalam banyak kanker, antara lain kanker paru-paru, kanker kandung kemih, kanker prostat dan faktor risiko kanker lainnya.

Sama dengan rokok, gula juga merupakan racun yang mematikan. Sebuah studi baru memperkirakan gula berkontribusi terhadap 35 juta kematian per tahun di seluruh dunia, seperti dilansir Mirror.co.uk, Senin (23/4/2012).

Menurut peneliti, kerusakan akibat gula bisa tercermin seperti dampak kesehatan dari alkohol. Parahnya, konsumsi gula di seluruh dunia meningkatkan 3 kali lipat selama 50 tahun terakhir dan dipandang sebagai penyebab pandemi obesitas.

Sulit untuk menghindari gula karena zat ini terkandung pada banyak makanan, seperti cola, permen, cokelat, biskuit, kue, puding dan lainnya. Bahkan beberapa makanan diet dikemas dengan gula.

Asupan gula tinggi akan menaikkan gula darah sehingga menyebabkan tingkat insulin meningkat. Insulin tidak hanya berusaha untuk menjaga gula darah rendah, tetapi juga faktor pertumbuhan yang kuat, sehingga dapat berperan dalam memicu kanker.

Gula tinggi dan tingkat insulin yang tinggi menyebabkan obesitas (kegemukan), berkontribusi terhadap penyakit jantung dengan meningkatkan kolesterol dan diabetes.

Selain dapat menyebabkan obesitas (kegemukan), gula juga dapat menyebabkan perubahan metabolisme tubuh, meningkatkan tekanan darah, hormon tidak seimbang dan merusak hati.

"Gula bukan hanya membuat orang gemuk, dampaknya lebih besar dari sekedar memperbesar ukuran lingkar pinggang. Sedikit gula tidak menjadi masalah, tapi dalam kadar banyak bisa membunuh Anda secara perlahan," jelas peneliti dari University of California San Francisco dalam jurnal Nature.

Sumber: health.detik.com

0 komentar:

Post a Comment