Serangan serangga jenis Paederus fuscipes atau kumbang tomcat tak cuma terjadi di Surabaya. Serangan juga mulai terjadi di Yogyakarta dan hingga kini sudah ada 12 warga yang menjadi korban.
Pakar serangga dan hama dari Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Suputa, yang melakukan pemantauan populasi tomcat mengatakan, ledakan tomcat memiliki periode tertentu di Yogyakarta.
"Ledakan populasi tomcat terjadi setiap 4 tahun. Ini berdasarkan pengamatan. Masih perlu dilakukan penelitian lagi," jelas Suputa saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/3/2012).
Sebelumnya, jelas Suputa, ledakan populasi tomcat pernah terjadi pada tahun 2008. Beberapa warga menjadi korban, tetapi tak banyak diberitakan.
Pada tahun 2004, ledakan populasi tomcat juga diduga terjadi meski tak terlalu besar jumlahnya. Ini juga terbukti dari adanya warga yang menjadi korban.
Menurut Suputa, ledakan populasi serangga memang memiliki periode tertentu dan berbeda tiap daerah. Ulat bulu, misalnya, di satu daerah 10 tahun, sedangkan di daerah lain bisa 100 tahun.
Ledakan populasi terjadi karena jejaring makanan yang kompleks, dinamika populasi predator, dan hewan yang dimakan. Selain itu, juga disebabkan karena faktor lingkungan.
Namun, di luar itu ada sebab lain, yakni faktor intrinsik dalam serangga itu sendiri. Faktor tersebut masih misterius. Menurutnya, ledakan populasi atau outbreak tomcat kali ini menjadi momentum untuk memantau dinamika populasi serangga.
Populasi tomcat akan berkurang dengan sendirinya seiring masuknya musim kemarau karena berkurangnya pasokan mangsanya. Masyarakat hanya butuh informasi tepat untuk menangani tomcat sehingga saat menjadi korban, penanganannya tepat.
Tomcat diketahui mengeluarkan racun dari tubuhnya jika terdesak. Jika racun tersebut terkena kulit menyebabkan dermatitis, seperti kulit yang melepuh, gatal, dan panas.
Sumber: kompas.com
0 komentar:
Post a Comment