Kalau dihitung sejak pertama kali berkunjung ke Danau Toba pada 1968 (usia 6 tahun) hingga sekarang (Februari 2012), mungkin sudah ribuan kali saya mampir di kawasan Danau Toba. Bahkan beberapa ratus kali saya menginap di hotel-hotel atau penginapan-penginapannya.
Dari rumah saya yang ada di kota Medan, jarak tempuh untuk menuju Danau Toba (tepatnya di Kota Prapat) ini hanya kurang lebih 3 jam saja dengan rata-rata kecepatan 70 km perjam. Namun jika naik bus, waktu tempuh jadi lebih lama, berkisar 6 sampai 7 jam.
Terakhir kali saya hadir di kawasan Danau Toba pada Februari 2012 berkisar pukul 1.30 dinihari, tepatnya di sekitar rumah tempat peristrahatan Bung Karno. Amboi – meski sudah ribuan kali sekadar mampir atau ratusan kali menginap – Danau Toba tetap sesuatu yang mempesona buat saya.
Dingin yang membawa gigil di dinihari itu, tak menyurutkan niat saya untuk melihat lanskap alam begitu memesona. Betapa Danau Toba merupakan ‘karya seni’, indah tiada taranya. Wajar pulalah Danau Toba pernah mendapat predikat salah satu keajabian dunia, yang sekarang digantikan Pulau Komodo.
100 Kilometer
Danau Toba sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer. Keluasan wilayah danau inilah mungkin yang menyebabkan – meski sudah berulang-ulang singgah dan menginap di kawasan ini – serasa kita baru pertama kali hadir di sini. Tiap sudutnya memiliki daya tarik dan pesona tersendiri.
Seperti tulisan Anthony Limtan (Analisa, 12 Februari 2012 halaman 15) berjudul "Sisi Lain Danau Toba: Pantai Pasir Putih yang Eksotik" yang mengambil sudut pandang Pantai Pasir Putih di Desa Parbaba, bagian dari kecamatan Pangururan, pemandangannya begitu eksotik. Meski dari sisi kebersihan dan penataan lokasi parkir yang masih harus ditingkatkan, Anthony semacam merekomendasikan pada wisatawan (lokal maupun mancanegara) untuk menjadikan Pantai Pasir Putih sebagai sebuah destinasi (tempat kunjungan).
Bahkan Anthony berpesan: "Bagi yang hobi wisata petulangan, yang fisiknya kuat, tidak mabuk jalan, cinta pesona alam, tidak mempersoalkan berapa jauh reute yang ditempuh, Anda boleh menikmati reute eksotik ini. Medan – Prapat – Tomok – Tuktuk – Ambarita – Pantai Pasir Putih Pangururan – Tele – Sidikalang – Kabanjahe – Berastagi dan kembali ke Medan".
Untuk danau terluas dan terdalam di dunia serta berair tawar, Danau Toba ada di urutan pertama. Di Kanada memang ada Danau Great Salave yang memang teruluas dan terdalam di dunia, tetapi tapi airnya tidak tawar lagi. Rembesan air laut membuat air danau tersebut terkontaminasi.
Memang jika dari sisi ke dalaman saja, Danau Toba ada di posisi kesembilan danau terdalam di dunia (505 meter), Danau Great Salave di urutan keenam (614 meter). Sedangkan posisi danau terdalam di dunia ada di Rusia, Danau Baikal (1.637 meter).
Ketika masih kanak saya pernah diajak keluarga di seputar Tuktuk melihat sunset. Betapa memukaunya. Saat fajar mulai merekah, matahari seakan-akan melompat ke luar dari air danau. Begitu pula sebaliknya, ketika teja mulai menyaga di senja, matahari seakan melompat dan membenamkan diri di dasar danau. Indah dan sangat memukau.
Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir. Berjalan-jalan di kawasan Pulau Samosir juga sesuatu yang tak bisa lekang dari ingatan kanak saya.
Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan super volcano (gunung berapi super) yang paling baru. Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2.800 km³, dengan 800 km³ batuan ignimbrit dan 2.000 km³ abu vulkanik tertiup angin ke barat selama 2 minggu.
Tim peneliti multidisiplin internasional, yang dipimpin oleh Dr Michael Petraglia, mengungkapkan dalam suatu konferensi pers di Oxford, Amerika Serikat bahwa telah ditemukan situs arkeologi baru yang cukup spektakuler oleh para ahli geologi di selatan dan utara India. Di situs itu terungkap bagaimana orang bertahan hidup, sebelum dan sesudah letusan gunung berapi (supervolcano) Toba pada 74.000 tahun yang lalu, dan bukti tentang adanya kehidupan di bawah timbunan abu Gunung Toba. Padahal sumber letusan berjarak 3.000 mil, dari sebaran abunya.
Dahsyatnya
Penyebaran debu gunung berapi itu sangat luas, ditemukan hampir di seluruh dunia. Berasal dari sebuah erupsi supervolcano purba, yaitu Gunung Toba. Dugaan mengarah ke Gunung Toba, karena ditemukan bukti bentuk molekul debu vulkanik yang sama di 2100 titik. Sejak kaldera kawah yang kini jadi danau Toba di Indonesia, hingga 3000 mil, dari sumber letusan. Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata penyebaran debu itu sampai terekam hingga Kutub Utara. Hal ini mengingatkan para ahli, betapa dahsyatnya letusan super gunung berapi Toba kala itu.
Demikianlah dahsyatnya sejarah terbentuknya Danau Toba yang dapat saya himpun dari berbagai sumber. Wajar pulalah kalau Danau Toba memiliki pesona yang dahsyat pula.
Kalau pembaca mau pergi melihat Danau Toba, disarankan untuk singgah ke kota Parapat. Dari sini bisa melihat keindahan danau yang lebih jelas.
Parapat juga termasuk salah satu kota pariwisata di sumatera utara. Jadi jangan khawatir untuk urusan akomodasi, perhotelan dan sejenisnya, tersedia dengan mudah, dari harganya lumayan mahal hingga yang relatif murah. Dari Parapat, akses menuju ke daerah wisata toba lain di sekitarnya lebih mudah, karena ada kapal, ferry, atau sejenisnya yang siap untuk mengangkut.
Kedahsyatan sejarah Danau Toba serta pesona alamanya itu akan memberi manfaat yang dahsyat pula kepada masyarakat seputar Danau Toba, Sumut, maupun Indonesia bila pemerintah daerah maupun Pemprovsu (Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara) memberi perhatian tidak sekadar pada Pesta Danau Toba saja. Pesta Danau Toba memang merupakan ajang yang dapat memberi nilai tambah bagi masyarakat, namun itu tidak cukup.
Potensi Daerah
Potensi daerah ini seperti hasil tenunannya akan dapat lebih berkembang pesat, jika Pemerintah berkenan membuat kebijakan, pegawai negeri sipil (PNS) seminggu sekali wajib memakai pakaian hasil tenunan masyarakat Danau Toba. Pada gilirannya, masyarakat pun akan memakai tenunan masyarakat Danau Toba tersebut. Potensi budaya ini tidak sekadar punya nilai-nilai filosofis, juga ekonomis.
Begitu juga hasil buahnya, seperti mangga parapat (mangga udang), jika pemerintah membuat kebijakan, di acara-acara atau di hotel-hotel, hidangan buahnya wajib diisi dengan buah-buah hasil petani setempat maka dalam waktu yang tak terlalu lama, kondisi petani setempat akan membaik.
Nah, dewasa ini, eceng gondok (kiambang) jadi masalah pada lingkungan. Alangkah baiknya, upaya masyarakat membersihkan Danau Toba dari eceng gondok direspons oleh pemerintah dengan membuat kebijakan, tas-tas yang terbuat dari eceng gondok dibeli oleh ibu-ibu PKK. Atau eceng gondong dibuat sebagai sandal wajib untuk tamu-tamu hotel yang menginap.
Eceng gondong yang dibuat jadi kompos, juga sebaiknya didorong oleh Pemerintah digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Bila perlu, Pemerintah (Dinas Pertanian) membelinya dan menyalurkannya kepada para pengguna.
Alangkah terbantunya masyarakat yang mengelola eceng gondok dan lingkungan Danau Toba pun akan terjaga kelesatariannya. Semoga.***
Baca juga: Gunung Toba, Gunung dengan Letusan Terbesar Sampai Saat Ini
Sumber: www.analisadaily.com
0 komentar:
Post a Comment