About Me

Sunday 29 April 2012

Mengahadang Tsunami Lestarikan Mangrove


Menapaki Hari Bumi sepekan lalu, mengingatkan manusia dengan bumi yang kian menua. Banyak faktor mempengaruhi tingkatan kerusakan alam Indonesia khususnya hutan. Menelisik lebih spesifik terhadap hutan yang menjaga dua ekosistem sekaligus antara laut dan darat, hutan mangrove merupakan hal terpenting bagi bumi kita. Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia, khususnya pesisir pulau Sumatera.

Berdasarkan data dunia, luas hutan mangrove Indonesia mencapai 25 persen dari total hutan mangrove di seluruh dunia (18 juta Ha) atau sebesar 4,5 juta Ha dari total luas hutan secara keseluruhan. Berdasarkan data Departemen Lingkungan Hidup Indonesia sebesar 9,38 juta hektar hutan mangrove, 48 persen diantaranya rusak sedang dan 23 persen rusak parah.

"Kerusakan hutan mangrove di Indonesia saat ini cukup besar, padahal hutan mangrove memiliki fungsi menyimpan karbon dalam jumlah besar," jelas Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dalam kunjungan kerjanya ke Medan menanam Hutan mangrove 27 Januari 2012 lalu.

Di lain pihak, nelayan kini memasuki intensifitas untuk membudidayakan perikanan. Hal itu berdampak kepada hutan mangrove di pesisir pantai Timur pulau Sumatera yang semakin menipis. Tanpa perhitungan yang tepat, hutan mangrove beralih fungsi menjadi petakan tambak.

Peran hutan mangrove, untuk menahan erosi pantai dan habitat satwa liar sebagai ekosistem laut. Indonesia saat ini kehilangan sumber perikanan dengan tergerusnya habitat laut. Dengan begitu, erosi, banjir dan bencana lainnya tentu dapat diatasi bahkan berkemampuan untuk meredam kuatnya gelombang bencana Tsunami sekalipun. Bahkan hutan mangrove mampu meredam jumlah kematian karena garis pantai Asia Tenggara pada umumnya dilindungi oleh sistem pertahanan alami yakni hutan mangrove dan terumbu karang.

"Peristiwa Tsunami yang pernah terjadi sebelumnya telah dijinakkan oleh terumbu karang juga hutan mangrove, sebelum memukul pantai. Dengan adanya daya serap lapisan padat pohon bakau. Pohon-pohon yang fleksibel dan tumbuh panjang, mampu menyerap kejutan Tsunami," kata Technical Officer Yayasan Yagasu, Rangga Bayu Basuki saat ditemui dikantornya.

Dalam peristiwa Tsunami, hutan mangrove bertindak sebagai penghalang (benteng pertahanan), seperti halnya mampu menolong orang untuk dapat bertahan hidup di Pulau Nias, Indonesia saat gelombang tsunami melanda pada 26 Desember 2006.

Begitu juga halnya negara Burma dan Maladewa, juga diselamatkan oleh hutan mangrove saat gelombang tsunami melanda, sebab pertambakan udang dan industri pariwisata belum menyentuh kawasan hutan mangrove dan terumbu karang.

Untuk itu, pemerintah Indonesia terus menggalakkan penanaman mangrove, terlebih dengan memetik pengalaman buruk dari peristiwa Tsunami pada 11 Maret 2011 di Jepang. Gelombang Tsunami menghantam pesisir pantai Jepang tanpa hambatan utama garis pantai, yaitu hutan bakau, sehingga mengakibatkan 2500 jiwa melayang.

Fungsi Biologis Mangrove

Secara Biologis, hutan mangrove memiliki fungsi sebagai penyimpan karbon terbesar dan berfungsi sebagai habitat benih ikan, udang, kepiting, untuk hidup dan mencari makan yang menjaga stabilitas ekosisitem laut dan darat. Terkait dengan itu, tindakan perambahan hutan mangrove merupakan ancaman bagi bumi dan laut.

Berdasarkan data lebih dari 80 persen hutan primer di pesisir pantai timur Provinsi Sumatera Utara, rusak karena berbagai faktor. Di antaranya penebangan liar secara berkesinambungan. Keberadaan area pertambakan perikanan, kini beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.

"Hampir 80 persen dari luas hutan mangrove di kawasan pantai timur Sumatera Utara mengalami kerusakan. Hal itu dipicu oleh berbagai faktor antara lain kolapsnya pengusaha perikanan tambak yang mengalih fungsikan lahannya menjadi perkebunan sawit serta adanya perambahan kayu bakau,"

Surat Keterangan Menteri No. 44 Tahun 2005 tentang kawasan hutan di Sumatera Utara sudah jelas, perambahan mangrove menjadi hal yang bertolak belakang.

"Namun kita yang berkecimpung langsung dalam spesifikasi hutan mangrove bagai makan buah simalakama dalam pelaksanaan SK tersebut, namun cara lain yang pantas ditempuh saat ini adalah menebarkan kesadaran akan pentingnya fungsi hutan mangrove bagi dua kehidupan antara laut dan darat," tutur Rangga yang juga aktifis hutan mangrove.

Mangrove dan Tambak

Disisi lain muncul pula Antibody bagi bumi dan laut dengan munculnya kesadaran masyarakat pesisir pantai Timur pulau Sumatera Utara. Kini tidak hanya membudidayakan perikanan, juga menanam pohon mangrove di areal pertambakannya. Sebab pembudidaya massa, kini mengetahui, tanaman bakau juga dapat menunjang hasil secara alami.

"Pengetahuan membudidayakan perikanan dan hutan mangrove saat ini, dua hal yang berdampingan. Tanaman mangrove berfungsi secara alami meningkatkan hasil panen budidaya perikanan masyarakat tanpa harus mengeluarkan biaya dan tenaga ekstra," ujar Rangga lagi.

Telah menjadi kebiasaan pula untuk kelompok masyarakat untuk menanam pohon mangrove secara bergotong-royong dan berkesinambungan. Berupaya menciptakan kesadaran di lingkungan masyarakat akan pentingnya fungsi hutan mangrove telah menjadi fungsi Yagasu pula tambah Rangga menambahkan.

Sejak 2007 Yayasan Yagasu secara intensif mensosialisasikan pentingnya keberadaan hutan mangrove bagi dunia seiring gencarnya issu ‘Global Warming’ yang berakibat buruk bagi bumi dan volume air laut itu sendiri.

"Tahun 2011-2012, Yayasan Yagasu menyumbangkan sebanyak 1,5 juta bibit pohon mangrove di kawasan pantai timur Sumatera Utara. Dengan menjalin hubungan dari bawah yaitu masyarakat, saya kira sosialisasi pentingnya menjaga stabilitas hutan mangrove sudah tersosialisasi di masyarakat," ucap Rangga lagi.

Sepekan memperingati Hari Bumi, menempa kita untuk tetap mengisi informasi mengenai kelangsungan lingkungan yang ada disekitar ataupun jauh dari tempat kita tinggal.

"Mengetahui Sumatera Utara merupakan Provinsi yang dikelilingi oleh patahan gempa atau cincin api (ring of fire) ujar Rangga.

Sumber: analisadaily.com

0 komentar:

Post a Comment