About Me

Saturday 17 March 2012

Yang Tak Boleh Dilakukan Tukang Gigi Berdasarkan Permenkes Baru


Dalam peraturan baru Menteri Kesehatan, tukang gigi dilarang melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Lalu sebenarnya apa saja wewenang yang boleh dilakukan oleh tukang gigi?

"Pekerjaan tukang gigi hanya membuat gigi tiruan lepasan dan akrilik, sebagian atau penuh dan memasang gigi tiruan tersebut," ujar dr H R Dedi Kuswenda, MKes, direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Ditjen BUK Kemenkes, dalam temu media di Gedung Kemenkes, Jakarta, Sabtu (17/3/2012).

Sementara itu dr Dedi menuturkan ada larangan untuk tukang gigi, yaitu:
1. Dilarang melakukan penambalan gigi dengan tambalan apapun
2. Dilarang memasang gigi tiruan cekat, mahkota
3. Dilarang menggunakan obat-obatan yang berhubungan dengan tambalan tetap atau sementara
4. Dilarang melakukan pencabutan gigi dengan atau tanpa suntikan
5. Dilarang melakukan tindakan medis
6. Dilarang mewakilkan pekerjaan pada siapapun.

"Fakta dilapangan banyak tukang gigi yang tidak memiliki izin tapi melakukan praktek mandiri seperti mencabut atau pasang behel. Terus terang kita enggak memberi izin, karena memang tidak ada izin baru untuk tukang gigi," ujar dr Dedi.

dr Dedi mengungkapkan dalam Permenkes No 339/MENKES/PER/V/1989 tukang gigi yang sudah punya izin berdasar Permenkes No 53/DPK/I/K/1969 wajib mendaftarkan diri kembali atau perbaruan izin dari waktu itu untuk jangka waktu 3 tahun dan bisa diperpanjang hingga usia 65 tahun.

"Sebetulnya itu suatu kelanjutan mulai dari tahun 1969 sampai 1989, maka sesungguhnya kementerian kesehatan tidak memberikan izin baru sejak itu, selain tukang izin yang sudah dapat izin. Kalau kita lihat sekarang mungkin usianya sudah ada yang lebih dari 65 tahun dan tidak boleh praktik lagi," ungkapnya.

Sementara itu drg Zaura Rini Anggraeni, MDS selaku Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) menuturkan efek atau akibat dari tindakan tukang gigi ini faktanya mulai dari efek samping ringan hingga berat.

"Yang dipikirkan saat ini adalah keselamatan pasien khususnya jika tindakan di bawah standar. Akibatnya bisa terlihat di rongga gigi atau penularan penyakit dan lainnya," ujar drg Zaura.

Saat ini banyak tukang gigi dalam plangnya menyebutkan melayani hal-hal yang diluar ketentuannya. Padahal tindakan itu memerlukan pemahaman dasar ilmu pengetahuan serta kompetensi keterampilan.

"Masyarakat menganggap ke dokter gigi biaya berobatnya tinggi sekali, jadi mungkin masyarakat pergi ke tukang gigi yang biayanya lebih ringan, tapi hal ini bisa timbul akibat yang nantinya justru membutuhkan biaya lebih tinggi lagi," ungkapnya.

Tidak semua perawatan gigi itu mahal, ada yang murah dan terjamin seperti di puskesmas murah, bermutu dan terjangkau, di rumah sakit pemerintah atau rumah sakit gigi dan mulut yang terdapat di semua fakultas kedokteran gigi. Bahkan di beberapa daerah ada yang menggratiskan biaya dokter gigi, jadi tidak selamanya mahal.

"Kalau di swasta tentu harganya lebih mahal, tapi kalau di rumah sakit pemerintah relatif murah dan pelayanannya bermutu. Karena semua dokter gigi yang berpraktek sudah melewati uji kompetensi," ujar drg Zaura.

drg Zaura menjelaskan wewenang dari tukang gigi ini dibatasi pada pembuatan dan pemasangan gigi akrilik yang bukan di atas akar gigi, jadi hanya boleh yang lepas pasang dan bukan yang ditempel.

"Harus dilakukan pengawasan sehingga nantinya tidak merugikan masyarakat dan pelayanan kesehatan gigi harus dilakukan dengan benar agar pasien tidak tertular penyakit yang tidak diinginkan seperti hepatitis atau HIV/AIDS," ungkapnya.

Tukang gigi yang saat ini masih memiliki izin praktik akan dikembalikan ke ketentuannya semula yang hanya membuat gigi tiruan dari akrilik, sebagian atau penuh yang bisa dilepas-lepas.

Sementara itu dr Dedi menturkan Kadinkes Provinsi Kabupaten/Kota harus membina para tukang gigi yang masih terdaftar dibina tingkat Puskesmas, diberikan formulir untuk didata lebih baik lagi dan diharapkan bisa bekerja sama dengan teknisi gigi yang telah teregistrasi di majelis tenaga kesehatan Indonesia dan Provinsi.


Sumber: health.detik.com

0 komentar:

Post a Comment