Pakar tekonologi kimia Universitas Ma Chung Malang Leenawaty Limantara mengatakan maraknya penggunaan zat pewarna berbahaya oleh pedagang makanan disebabkan pewarna alami pangan dianggap kurang menguntungkan.
"Kurang menguntungkannya bukan secara ekonomi langsung, misalnya harganya mahal, tetapi lebih pada kestabilan zatnya," katanya, di sela "The 11th National Student Conference" di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Kamis.
Peneliti utama Ma Chung Research Centre of Photosyntetic Pigments itu mengakui, zat pewarna alami sifatnya memang tidak stabil dibandingkan pewarna sintetis, seperti warna yang dihasilkan kurang mencolok dan cepat pudar.
Para pedagang makanan, kata dia, tentunya memilih pewarna yang sifatnya kuat untuk menarik minat pembeli, dan sayangnya kerap salah memilih zat yang bukan untuk makanan, misalnya zat pewarna yang dipakai untuk tekstil.
Ia menjelaskan, zat pewarna alami sebenarnya mudah ditemukan dengan memanfaatkan bahan-bahan alami, seperti buah-buahan atau tumbuhan, namun sifat warnanya yang kurang stabil membuatnya tidak banyak dilirik.
Karena itu, kata dia, kelemahan zat pewarna alami itu menjadi pekerjaan rumah para ilmuwan untuk mengatasinya, dan sebenarnya kelemahan itu sudah bisa teratasi dengan berbagai metode modifikasi kimiawi.
"Ada beberapa cara menguatkan stabilitas zat pewarna alami, mulai memodifikasi pusat logam klorofil, menggunakan teknologi nano, dan sebagainya," kata Leenawaty yang juga Rektor Universitas Ma Chung Malang itu.
Universitas Ma Chung, kata dia, tengah mengembangkan zat pewarna alami yang memiliki sifat kuat tak kalah dengan pewarna sintesis dan siap memasarkannya, apalagi selama ini belum ada zat pewarna alami yang dijual di pasaran.
"Zat pewarna alami yang dikemas spesifik untuk makanan selama ini memang belum ada. Kalaupun ada, tidak spesifik untuk makanan, misalnya bubuk kunyit yang banyak dijual di pasar, dan sebagainya," katanya.
Ditanya solusi untuk menghindarkan masyarakat menggunakan zat pewarna berbahaya untuk makanan, ia mengatakan, sosialisasi harus terus menerus dilakukan untuk menyadarkan masyarakat bahaya zat-zat semacam itu.
Ia mengatakan, masyarakat harus menyadari bahwa penggunaan zat pewarna alami bukan sekadar untuk keperluan memberi warna pada makanan, namun mempertimbangkan kandungan vitamin dan antioksidan dalam bahan pewarna alami.
"Di sisi lain, para ilmuwan harus terus mengembangkan dan berinovasi untuk mengatasi kelemahan-kelemahan sifat yang dimiliki bahan alami, seperti kestabilan sifat zat alami dengan pewarna sintesis," kata Leenawaty.
0 komentar:
Post a Comment